Jogjakarta yang merupakan kota tua mewariskan banyak sekali peninggalan baik yang berwujud benda seperti bangunan candi, istana, masjid dsb maupun adat istiadat yang hingga kini masih bertahan keberadaaannya. Pun dengan kuliner, banyak warisan para leluhur yang hingga kini masih bisa kita jumpai di pasar-pasar, toko-toko makanan dan pusat oleh-oleh. Interaksi dengan dengan daerah-daerah di Indonesia maupun negara asing seperti India, China, Eropa serta Asia Barat menambah cita rasa dan variasi makanan di Jogja. Pengaruh dari luar tersebut menambah variasi kuliner khas Jogja. Makanan-makanan tersebut banyak yang masih mudah didapatkan bahkan menjadi makanan yang seringkali diburu para turis terutama turis domestik sebagai oleh-oleh untuk mereka bawa pulang. Namun ada juga makanan yang hanya bisa didapat di daerah-daerah tertentu di Jogja. Berikut beberapa makanan yang tentunya sangat menarik untuk selalu dinikmati.
BAKPIA
Bakpia Pathok adalah makanan khas Jogja yang bahan dasarnya adalah tepung, kacang hijau dan gula. Rasa manis dan legit tercipta dari isi kacang hijau yang berpadu dengan gula. Sedangkan rasa gurihnya berasal dari kulit bakpia yang merupakan adonan tepung yang dicampur dengan minyak nabati yang dipanggang. Anda akan dapat dengan mudah mendapatkannya di sepanjang jalan Pathok, sekarang bernama Jl. KS. Tubun.
Makanan ini tidak sepenuhnya asli Jogja namun pengaruh dari China. Di China namanya Tou Lu Pia (berasal dari dialek Hokkian) yang berarti kue berisi daging. Namun bakpia yang di Jogja ini telah beradaptasi rasa dengan lidah lokal dengan isinya bukan daging tetapi kacang hijau. Jenis kue ini awalnya dibawa oleh Goe Gee Oe dari China pada tahun 1948, yang mencoba membuat bakpia sebagai industri rumahan dan dijajakan eceran dari rumah ke rumah. Pengemasannya hanya menggunakan besek, yaitu tempat makanan yang terbuat dari bambu tipis yang dirangkai atau dianyam sedemikian rupa sehingga berbentuk kotak bujur sangkar. Produksi bakpia ini semakin berkembang seiring waktu hingga sekitar tahun 1980 muncullah produsen-produsen bakpia di kawasan Pathok dengan membuat toko di rumah-rumah produsennya. Kemasannya juga telah menggunakan dos (kertas karton). Merek dagangnya berupa nomor rumah pembuatnya hingga kini makanan ini dikenal dengan Bakpia Pathok. Rasa dari Bakpia Pathok ini sendiri adalah paduan antara manis, legit, dan gurih. Saat ini pilihan rasa yang bisa dipilih antara lain, coklat, keju atau pun yang asli yaitu rasa kacang hijau. Bakpia ini pun sekarang bisa dijumpai tidak hanya di wilayah Pathok tetapi di toko-toko oleh-oleh, stasiun, terminal, bahkan di pasar-pasar tradisional. Namun tentu saja rasanya akan lebih mantap di tempat awalnya, yaitu di Pathok.
Bakpia Pathuk ini sangat cocok sebagai oleh-oleh keluarga, teman, atau pun kolega karena selain awet tentu saja lezat rasanya!
GEPLAK
Geplak adalah makanan khas Bantul, Yogyakarta. Makanan ini rasanya sangat manis, terbuat dari kelapa muda yang diparut kemudian dicampur dengan gula selanjutnya disangrai. Bentuknya ada yang bulat-bulat ada juga lonjong tidak beraturan. Waktu memasak yang lama membuat makanan ini menjadi awet dan tahan lama meski tanpa bahan pengawet.
Asal mula geplak tidak terlepas dari peran kota Bantul di masa lalu. Pada masa kolonial Belanda ini banyak lahan di Bantul dijadikan perkebunan tebu. Tanah pertanian banyak yang ditanami pohon tebu. Pabrik gula pun banyak didirikan di sana. Ada sekitar 6 pabrik gula yang ada di Bantul saat itu, namun hingga kini tinggal satu saja yang masih beroperasi yaitu pabrik gula Madukismo yang pada awal Republik Indonesia ini berdiri merupakan salah satu pabrik gula terbesar di Asia Tenggara. Selain itu didukung letak geografis Bantul yang berada di daerah pantai sehingga terdapat banyak pohon kelapa. Akhirnya muncul geplak yang bahan utamanya adalah kelapa muda yang campur dengan gula. Pada awalnya, geplak hanya ada dua warna, yaitu jika menggunakan gula pasir warna geplak akan putih dan jika menggunakan gula jawa maka warnanya akan coklat. Namun sekarang telah banyak variasi warna antara lain, merah, kuning, coklat, hijau, merah, dan putih. Pada saat ini rasa geplak pun tidak hanya sekedar gurih dan manis saja namun sudah bervariasi, seperti rasa durian, stroberi, coklat, dll. Geplak mudah diperoleh di pusat kota Bantul, pusat oleh-oleh di kota Jogja, terminal, dan di pasar-pasar.
Datang ke Jogja? Cicipilah makanan asli Jogja dengan cita rasa gurih dan manis ini!
KIPO
Kipo merupakan makanan khas Kotagede yang terbuat dari beras ketan, berisi enten-enten atau parutan kelapa dicampur dengan gula jawa. Bentuknya bulat lonjong kecil-kecil dengan penyajiannya selalu ditaruh di atas daun pisang. Rasanya manis, gurih dan lezat. Warnanya yang kehijauan bukan dari zat pewarna, tetapi alami dari daun pandan. Nama kipo sendiri berasal dari singkatan “iki opo’ yang berarti “ini apa”. Yang memberi nama sekaligus pembuat pertama makanan ini adalah Bu Djito yang berdomisili di Kotagede. Tahun 1960-an beliau membuat makanan untuk dijual di warungnya. Saat itu makanan ini belum ada namanya. Ketika banyak pembeli melihat makanan unik ini kemudian mereka bertanya “Iki Opo?’ Selanjutnya Bu Djito memberi nama makanan buatannya itu dengan nama Kipo. Larisnya kipo buatan Bu Djito membuat banyak warga Kotagede juga membuat makanan yang sama dan menjualnya di sekitar Pasar Kotagede.
Meskipun lezat, sayangnya kipo ini tidak tahan lama. Oleh karena itu, tidak mudah didapatkan di toko-toko pusat oleh-oleh. Tempat yang selalu menjual makanan asli Kotagede ini adalah kios snack dan oleh-oleh di Taman Sari, di pasar-pasar tradisional, serta di kios snack pasar Kotagede sendiri tentunya.
Jika sedang di Jogja, jangan lupa mampir ke Kotagede untuk mencicipi si mungil hijau manis kipo!
YANGKO
Makanan khas daerah Kotagede ini terbuat dari bahan beras ketan, daging kelapa muda, dan gula. Yangko merupakan makanan ringan yang rasanya manis dan sangat tepat dijadikan oleh-oleh atau buah tangan. Makanan ini mudah ditemukan di daerah Kotagede bagian selatan kota Yogyakarta. Menurut sumber setempat yangko mulai diproduksi di Kotagede sejak tahun 1920-an. Proses pembuatan yangko tidak terlalu rumit. Hanya saja dibutuhkan ketekunan, ketelitian, dan keterampilan. Yangko memiliki kekhasan rasa. Kecuali rasa manis yang dominan, di dalam yangko Anda juga bisa merasakan wangi aromanya. Bentuknya yang kecil menyebabkan kita tidak cepat ketika menyantapnya. Nuansa kenyil-kenyil ketika Anda mengunyah mengundang sensasi kenikmatan tersendiri.
Yangko yang telah dikemas dalam dus bisa bertahan beberapa hari bukan karena diberi pengawet, namun karena proses pemasakannya yang matang. Rasa yangko yang klasik adalah yangko rasa kacang. Sedangkan yangko yang beraroma baru misalnya yangko rasa durian, nangka, strawberry, cokelat, pandan, dan anggur.
Jika Anda berada di Yogyakarta rugi rasanya jika belum mencicipi sensasi rasa manis legit dan kenyil-kenyil dari yangko ini!
KUE KEMBANG WARU
Kue kembang waru merupakan nama sebuah kue tradisional yang banyak diproduksi Kotagede Yogyakarta. Kembang waru dibuat dengan komposisi telur, tepung terigu dan margarin/minyak beku. Proses pembuatannya adalah telur dikocok sampai kaku kemudian tepung terigu dimasukkan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk. Setelah tercampur rata dicetak dalam cetakan yang berbentuk bunga yang sebelumnya sudah dioles mentega terlebih dahulu lalu di “oven tradisional” sampai matang berwarna kuning kecoklatan, rasanya manis dan teksturnya lembut. Bentuknya yang seperti bunga pohon waru membuat roti ini dinamakan dengan nama yang cantik yaitu kue kembang waru.
Pembuatan roti ini bermula dari keberadaan bangsa Belanda dan Inggris yang hadir di Jogjakarta pada saat kolonial lalu.. Mereka sering mengkonsumsi cake saat itu dan penduduk pribumi tidak bisa mencicipinya, sehingga orang pribumi membuat cake yang proses pembuatannya sedikit mengadopsi teknik dan resep mereka sehingga jadillah kue kembang waru ini. Pada saat itu kembang waru adalah makanan mewah yang hanya hadir di meja-meja keluarga Belanda atau Inggris, keluarga golongan kaya, dan di pesta-pesta pernikahan karena keberadaan kue yang masih langka dan harga bahan-bahannya yang mahal. Seiring berjalannya waktu, keberadaanya kue ini semakin langka karena kian menipisnya penikmat kue yang padahal sangat enak ini. Walaupun masih ada, tapi tidak dijual di warung, kios apalagi di supermarket.
Nah! Jika Anda ingin menikmati kue Kembang Waru ini, ke Kotagede lah Anda bisa menjumpainya.. Rasanya legit dan manis hasil kreasi leluhur yang diadaptasi dari pengaruh Eropa di masa kolonial!
JADAH TEMPE (burger ala Kaliurang)
Jadah Tempe banyak terdapat di obyek wisata Kaliurang dan menjadi ikon makanan khas daerah ini. Jadah tempe terdiri dari dua makanan, yakni jadah dan tempe. Jadah terbuat dari ketan yang dikukus dengan diberi santan kelapa, sebagai rangkaiannya adalah tempe bacem. Tempe merupakan penganan terbuat dari kedelai pada umumnya disajikan dengan cara dibacem yaitu dikukus dengan air kelapa yang dibumbui gula jawa. Rasa jadah yang sangat gurih dan liat (tidak keras) digigit dan dikunyah bersamaan dengan tempe bacem yang manis sangat lezat rasanya. Akan lebih sensasional disantap dengan cabe rawit! Sangat pas di lidah.
Makanan jadah tempe ini telah mulai menjamur sekitar tahun 1950-an. Namun yang popular adalah jadah tempe Mbah Carik. Nama Mbah Carik ini merupakan pemberian oleh Kasultanan Yogyakarta. Kala itu, puluhan pedagang jadah tempe menjajakan dagangannya di areal parkir Tlogo Putri, salah satu kawasan wisata di Kaliurang dan tidak ada namanya. Salah satu penjualnya ialah seorang wanita paruh baya yang bernama Mbah Sastrodinomo. Ketika Sri Sultan HB IX berkunjung ke Kaliurang, beliau langsung suka dengan makanan ini apalagi setelah mencicipinya di warung Mbah Sastrodinomo ini. Sekembalinya ke Kraton Yogyakarta, Sultan mengutus salah seorang abdi dalem untuk kembali ke Kaliurang untuk menemui penjual jadah tempe tersebut dan memberikan nama atau label warungnya supaya mudah diingat ketika sewaktu-waktu beliau menginginkan jadah tempe. Seorang abdi dalem pun mengusulkan agar warung milik Mbah Sastrodinomo diberikan nama Mbah Carik, karena kebetulan suami Mbah Sastrodinomo saat itu menjabat sebagai seorang Carik Pakem. Sejak saat itulah nama Mbah Carik dipakai Mbah Sastrodinomo sebagai nama warungnya hingga saat ini.
Kunci cita rasa jadah tempe Mbah Carik terletak pada tempe bacem yang disuguhkannya. Dengan resep turun temurun, Mbah Carik mampu menyuguhkan jadah tempe yang membuat pelanggan ketagihan untuk makan jadah tempe lagi. Tempe sengaja dibacem sejak sore hingga pagi hari kemudian baru digoreng sehingga baceman tempe bisa meresap sedalam-dalamnya. Kemudian dalam 1 kg ketan dicampurkan dengan 2 buah kelapa, sehingga gurihnya juga bercampur dengan aroma. Selain jadah tempe mbah carik ini masih banyak penjaja jadah tempe di Kaliurang ini yang rasa jadah tempenya juga nikmat.
Cara memakan jadah tempe ini agar terasa lebih nikmat adalah dengan menumpuk jadah dan tempe lalu dimakan dengan dibarengi cabe rawitnya. Rasakan sensasi cita rasa makanan Jawa yang satu ini! Manis, gurih, pedas menjadi satu!
Jika berkunjung ke Merapi, Kaliurang khususnya, kurang afdol jika Anda tidak mampir mencicipi jadah tempe ini!
PEYEK KACANG
Peyek kacang adalah makanan ringan yang berbahan baku tepung beras dan kacang tanah dicampur dengan santan, telur dan bumbu dapur lainnya. Makanan ini sangat popular di masyarakat Jawa umumnya dan Jogja khususnya. Berdasarkan literatur sejarah Mataram Islam yang ditulis oleh De Graaf, pada abad ke-16 makanan ini sudah ada di Jogja. Disebutkan Ki Ageng Pemanahan melakukan bedhol desa atas perintah Sultan Hadiwijaya dari wilayah Surakarta ke Alas Mentaok. Sebelum masuk ke Kotagede, rombongan Ki Ageng Pemanahan dijemput Ki Gede Karanglo di pinggir Sungai Opak. Rombongan tamu diminta menyeberang sekalian berbasuh di sungai itu, yang diyakini akan segera membuang lelah dan penat. Selanjutnya rombongan diterima di kediaman Ki Gede Karanglo. Makanan yang disajikan antara lain nasi, sayur pecel, peyek atau rempeyek kacang dan sayur kenikir. Sehingga berdasarkan literature tersebut dapat diketahui bahwa keberadaan peyek kacang memang telah berabad-abad di Jogja ini. Peyek ini banyak dijual di warung-warung, pasar-pasar ataupun pusat oleh-oleh di Jogja.
Peyek yang sangat popular di Jogja adalah peyek yang dibuat dengan cara menyusun sehingga membentuk rangkaian peyek atau sering disebut peyek mbok tumpuk. Meski bentuknya bongkahan namun adonan tepungnya empuk mudah dikunyah. Rasanya renyah dan gurih dengan kacang tanah bertaburan di atasnya. Rahasia kelezatan peyek ini adalah pada proses penggorengan yang dilakukan selama tiga kali. Awalnya disiapkan adonan yang terdiri dari tepung beras, kacang, serta telur, santan, dan bumbu dapur seperti bawang putih, ketumbar dan garam. Kemudian adonan dimasukkan ke dalam wajan dengan suhu amat panas. Tujuannya untuk membentuk peyek. Lalu adonan dipindahkan ke wajan di sebelahnya dengan suhu yang lebih rendah, untuk mematangkan. Setelah tanak, peyek diletakkan di atas tampah, dan diangin-anginkan selama semalam. Kemudian, yang terakhir, peyek digoreng kembali dalam waktu yang tidak lama. Produsen pertama yang membuat kreasi sekaligus memproduksi jenis peyek ini adalah mbok tumpuk yang sudah dikenal sejak tahun 1980-an. Nama tumpuk diambil dari nama Mbok Tumpuk tersebut.
Jenis makanan yang sudah ada di Jogja sejak berabad-abad yang lalu ini jangan Anda lewatkan! Bisa Anda dapatkan di toko-toko oleh-oleh, terminal, stasiun maupun pasar-pasar tradisional.
PECEL
Pecel adalah salah satu makanan asli Jogja yang berbahan utama daun bayam, kecambah, kol, kangkung atau sayuran lainnya tanpa bahan pengawet. Sayuran ini biasanya dibuat layu dengan cara direndam dalam air panas untuk beberapa saat. Sedangkan bahan bumbu pecel antara lain kacang tanah, cabe rawit yang dicampur dengan bahan lainnya seperti daun jeruk purut, bawang, asam jawa, merica dan garam. Pecel lebih nikmat dimakan dengan peyek, nasi putih, dan daging ayam atau jerohan. Cara penyajian bisa dalam piring atau dalam daun yang dilipat yang disebut pincuk.
Berdasarkan literatur sejarah Mataram Islam yang ditulis oleh De Graaf memberikan bukti bahwa pecel telah ada di daerah Jogja pada abad ke -16. Diceritakan saat itu Ki Ageng Pemanahan melakukan bedhol desa atas perintah Sultan Hadiwijaya dari wilayah Surakarta ke Alas Mentaok. Rombongan Ki Ageng Pemanahan dijemput Ki Gede Karanglo pinggir Sungai Opak. Setelah sampai di kediaman Ki Gede Karanglo, mereka dijamu makanan nasi, sayur pecel, peyek atau rempeyek kacang, dan sayur kenikir. Jadi keberadaan pecel di Jogja ini telah ada berabad-abad tahun yang lalu. Saat ini makanan pecel mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional. Di Jogja ada pecel yang cukup popular yaitu pecel turi Imogiri.
Pecel turi Imogiri ini amat spesial dengan tambahan bunga pohon turi yang saat ini sudah langka dijumpai. Kembang turi diperoleh dengan menggunakan bunga yang diperoleh dari pohon turi. Umumnya yang digunakan sebagai bahan untuk sayur pecel adalah kembang turi yang berwarna putih. Bunga turi secara turun temurun dipercaya bisa membantu memperlancar keluarnya air susu ibu, untuk mengatasi gangguan sulit buang air besar, meningkatkan daya tahan tubuh, dan pelembut kulit. Tekstur helaian kelopak kembang turi yang relatif lebih keras dibandingkan sayuran lain yang dicampurkan seperti bayam menimbulkan rasa berbeda yakni lebih kenyal dan alot. Rasanya yang sedikit pahit, ditambah bumbu kacang pedas, ditanggung akan menggugah selera dan yang tak kalah pentingnya khasiat dari bunga turi itu sendiri. Pilihan lauk pauk yang bisa dipilih antara lain tempe gembus bacem, tempe benguk bacem, tahu bacem, serta minuman hangat wedang uwuh khas Imogiri. Wedang uwuh merupakan minuman khas Imogiri yang berisi jahe bakar geprak, secang serutan, daun kayu manis, dan rempah-rempah lain-lain.
Makanan asli Jogja ini sangat sayang jika Anda lewatkan, disamping nikmat juga berkhasiat!
PRODUK MAKANAN BERBAHAN DASAR TEMPE
Tempe merupakan salah satu bahan makanan yang tak bisa dilepaskan dari Jogja. Berbagai macam inovasi dan variasi rasa dari tempe telah melahirkan berbagai produk, antara lain tempe bacem dan tempe keripik. Anda tinggal memilih apakah suka makanan manis? Maka pilihlah tempe bacem! Pengolahan tempe yang dimasak dengan air kelapa, gula jawa, dan bumbu dapur lainnya menghasilkan rasa tempe yang manis, gurih dan legit. Lebih nikmat dimakan dengan cabe rawit Atau Anda ingin yang gurih-gurih maka cicipilah keripik tempe yang dibuat dari paduan tepung beras dan irisan tempe kemudian digoreng. Keripik tempe dari Jogja ini memberikan kualitas rasa yang mantap renyah dan tidak mengandung bahan pengawet.
Ada beberapa versi mengenai awal adanya tempe ini. Meskipun belum ditemukan data yang secara jelas menyebutkan pembuatan tempe yang pertama kalinya namun demikian, makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu terutama pada masyarakat Jawa, khususnya Yogyakarta dan Surakarta. Hal ini bisa dilacak dari Serat Centhini Bab 3 dan Bab 12 yang berlatarbelakang Jawa pada abad ke-16 telah ditemukan kata "tempe", misalnya dengan penyebutan nama hidangan jae santen tempe (sejenis masakan tempe dengan santan) dan kadhele tempe srundengan. Pada mulanya tempe diproduksi dari kedelei hitam yang berasal dari masyarakat pedesaan tradisional Jawa. Tempe ini dikembangkan di daerah Mataram (yang waktu itu mencakup sebagian besar Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan berkembang sebelum abad ke-16. Selain serat Centhini ada lagi rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa Jawa-Belanda. Sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali semasa jaman Tanam Paksa (1816-1870) di Jawa. Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa menggunakan hasil pekarangan, seperti singkong, ubi dan ketela sebagai sumber pangan. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang memproduksi makanan sejenis, yaitu koji kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang Aspergillus.
Tehnik pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa yang bermigrasi ke seluruh penjuru Indonesia. Tempe dikenal oleh masyarakat Eropa melalui orang-orang Belanda dan telah popular sejak 1946. Perusahaan-perusahaan tempe yang pertama di Eropa dimulai di Belanda oleh para imigran dari Indonesia. Sedangkan tempe popular di Amerika Serikat setelah pertama kali dibuat di sana pada tahun 1958 oleh Yap Bwee Hwa, orang Indonesia yang pertama kali melakukan penelitian tentang tempe. Orang Belanda melakukan penelitian tempe pada tahun 1895 oleh Prinsen Geerlings dan orang Jepang 1926. Pada tahun 1984 tercatat ada 18 perusahaan tempe di Eropa, 53 di USA, 8 di Jepang. Di Negara-negara seperti Cina, India, Taiwan, Sri Lanka, Canada, Australia, Amerika Latin dan afrika tempe sudah dikenal di kalangan terbatas.
Manfaat dari tempe sendiri bisa menghambat proses penuaan, menghambat radikal bebas, dan mencegah penyakit degenerasi (jantung koroner, diabetes mellitus, kanker , dll). Tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dll. Zat gizi tempe pun mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh. Sungguh banyak manfaat dari tempe ini yang juga bisa diolah menjadi berbagai makanan seperti bacem dan tempe keripik. Anda bisa mendapatkan tempe bacem di pasar-pasar traditional, restoran atau tempat yang menjual gudeg. Sedangkan tempe keripik bisa dibeli di toko-toko oleh-oleh, terminal, dan pasar-pasar.
Jadi tunggu apalagi, Anda harus membeli makanan berbahan dasar tempe ini karena selain tentu saja mengenyangkan juga membuat sehat tubuh kita!
GUDEG
Gudeg adalah makanan khas Jogja. Bahan baku gudeg adalah nangka muda dimasak dengan santan kelapa, daun jati, salam, lengkuas dan bumbu-bumbu lainnya direbus di atas tungku sekitar 100 derajat celcius selama 24 jam. Biasanya gudeg Jogja yang komplit disajikan dengan tahu, tempe, telur bebek, suwiran daging ayam, dan tentu saja nasi putih.
Konon, sejarah gudeg dimulai dari saat dibukanya Alas (hutan) Mentaok untuk dibangun Kraton Mataram. Di hutan tersebut banyak tumbuh pohon nangka, di samping itu banyak juga pohon kelapa yang tumbuh di pinggir hutan dan tepi sungai. Alhasil dengan kreasi para perintis Mataram terciptalah gudeg; dan menjadi menu utama masyarakat Mataram kala itu.
Ada beberapa bahan baku gudeg antara lain gudeg manggar (bunga pohon kelapa), gudeg nangka, dan gudeg rebung (anakan pohon bamboo yang masih muda). Namun karena bahan baku gori atau nangka muda lebih mudah diperoleh di kebun-kebun milik masyarakat Jogja sehingga gudeg ini lebih mudah dijumpai di Jogja. Jaman dulu orang Jogja hanya mengenal satu jenis gudeg, yakni gudeg basah. Gudeg kering dikenal setelahnya, sekitar 1950-an tahun. Hal ini setelah orang-orang dari luar Jogja mulai membawanya sebagai oleh-oleh.
Makanan ini bisa dengan mudah Anda jumpai di sepanjang Jalan Wijilan, timur kraton Jogja. Sebagai oleh-oleh. Anda bisa memilih gudeg kering yang tahan selama 3 hari dengan kemasannya menggunakan 'besek' (tempat dari anyaman bambu) atau menggunakan 'kendil' (guci dari tanah liat yang dibakar). Yang lebih unik, beberapa penjual gudeg Wijilan ini dengan senang hati akan memperlihatkan proses pembuatan gudegnya jika pengunjung menghendaki. Selain di Wijilan Anda pun bisa menemukan menu ini di beberapa restoran, pasar-pasar dan banyak tempat lainnya.
Ada yang bilang belum datang ke Jogja kalau belum mencicipi kelezatan gudeg Jogja. Jadi luangkan sedikit waktu Anda untuk mencicipinya jika Anda berkunjung ke Jogja!
GATOT & TIWUL
Gunungkidul selama ini masih terkenal dengan daerahnya yang kering. Pokoknya kalau dengar kata Gunungkidul pasti yang ada di benak orang-orang adalah kekurangan air. Padahal kalau anda berkunjung ke Gunungkidul, siap-siap saja terpesona akan keindahan pantainya. Selain keindahan pantai Gunungkidul yang mempesona, kita juga wisata kuliner. Di Baron kita bisa menikmati aneka hidangan laut, mulai dari ikan laut (ada ikan hiu juga lho..), cumi-cumi, udang, kerang, sotong, kepiting, dsb. Kalau anda malas jauh-jauh ke pantai Baron, anda juga bisa menikmati sajian Sea Food ala Gunungkidul di Pondok Seafood yang letaknya di sebelah selatan alun-alun Wonosari. Atau jika anda suka ikan air tawar, silakan berkunjung ke Kecamatan Ponjong tepatnya di daerah Simo. Anda bisa memancing sendiri atau langsung pesan yang sudah dimasak.
Ada satu makanan yang tidak boleh anda lewatkan ketika berkunjung ke Gunungkidul. Apa itu? Tiwul dan Gatot, makanan khas Gunungkidul. Tiwul dan Gatot dibuat dari Gaplek, singkong yang dikeringkan. Untuk membuat Tiwul gaplek ditumbuk sampai lembut, tapi sebenarnya tidak terlalu lembut juga. Tepung gaplek tersebut kemudian dikukus. Sedangkan Gatot terbuat dari Gaplek yang potongannya kecil-kecil. Gaplek tersebut direndam semalaman, setelah itu airnya dibuang dan gaplek yang sudah direndam tersebut dibersihkan untuk selanjutnya dikukus.Tiwul dan Gatot biasanya dimakan bersama parutan kelapa.
Di Kabupaten Gunungkidul, Tiwul dan Gatot masih dijual di pasar-pasar tradisional. Namun jika anda tidak mau repot blusukan di pasar tradisional, datang saja di Tiwul Yu Tum yang cukup terkenal. Tiwul Yu Tum menjual Tiwul Manis dan Gatot, selain itu ada juga Belalang Goreng dan makanan khas Jogjakarta lainnya.
SEGO ABANG SAYUR LOMBOK IJO

Saat ini, beras merah memang sudah jamak beredar di pasaran. Di Warung Makan Sego Abang Jirak, nasi merah bukan sekadar sajian dari beras merah.
Warung makan sego abang yang terletak di samping Jembatan Jirak, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, menyajikan nasi merah sebagai menu khas utama.Purwanto telah menjalin kerja sama dengan petani penanam padi tadah hujan jenis gogo, mendel, atau segreng yang ketiganya menghasilkan padi berwarna merah. Umur tanam padi jenis tersebut serupa dengan padi sawah, tetapi dengan produktivitas lebih rendah.
Pemanenan padi sengaja dilakukan helai per helai dengan pemotongan batang padi menggunakan ani-ani. Warung Makan Sego Abang Jirak hanya menerima buliran padi yang belum terpisah dari batangnya. Pegawai di warung tersebut kemudian yang memisahkan beras merah dari sekam dengan cara menumbuk.
Padi yang ditumbuk jumlahnya disesuaikan dengan banyaknya beras merah yang akan dimasak. Memasak beras merah pun harus menggunakan tungku tanah liat memakai kayu bakar. Beras harus diaru sebelum kemudian ditanak menggunakan kukusan dari anyaman bambu (soblok). Cara memasak tersebut membuat rasa nasi lebih gurih dan lunak, tetapi tidak lembek.
Berbeda dengan nasi putih yang matang hanya dalam setengah jam, nasi merah baru siap dihidangkan setelah dimasak selama tiga per empat jam. Nasi merah mulai siap dinikmati pengunjung dari pukul 08.00-15.00. Tingginya minat pengunjung menyebabkan warung selalu buka tujuh hari dalam sepekan, kecuali jika ada acara hajatan keluarga.

Dalam satu hari, menurut anak perempuan Purwanto, Parmi, mereka memasak nasi merah dua kali, yaitu pagi dan tengah hari. Selain sego abang, pengunjung di warung tersebut juga tak bakal sanggup melupakan kenikmatan sayur lombok ijo sebagai pendamping nasi.
Sayur lombok ijo yang kaya kuah santan ini diracik dari potongan cabai hijau yang dipadukan dengan tempe kedelai. Tumisan tempe yang digunakan sebagai pelengkap sayur pun bukan tempe sembarangan. Tempe tersebut harus dibuat dengan cara tradisional dan dibungkus daun pisang atau daun jati.
Kuah santan dengan racikan bumbu berupa bawang merah, bawang putih, jahe, dan kemiri ini menghadirkan rasa gurih bercampur pedas. Pengunjung yang ingin menambah rasa pedas sayur bisa menambah pesanan berupa sambal terasi serta sambal bawang.
Selain sayur lombok ijo, juga tersedia lauk lain untuk pendamping, seperti daging sapi goreng, iso babat goreng, ikan wader goreng, dan urap trancam. Sebagai buah tangan, Warung Makan Sego Abang Jirak juga menyediakan aneka camilan khas Gunung Kidul, seperti kacang mede serta belalang goreng.
Tak hanya menu makanannya yang khas, suasana di dalam warung pun mempertahankan suasana khas pedesaan. Tembok warung masih berupa dinding anyaman bambu. Pengunjung pun bisa memilih duduk di kursi maupun lesehan di atas balai-balai kayu yang dilambari alas tikar pandan. Seluruh menu makanan disajikan dalam piring-piring terpisah, seperti layaknya di rumah makan nasi padang.
Untuk seluruh kenyamanan dan kenikmatan yang diraih memang ada harga setimpal yang harus dibayar. Parmi mengaku tetap mempertahankan gaya penyajian warung yang tidak mencantumkan menu serta daftar harga. Biasanya pengunjung baru tahu harga makanan ketika membayar di kasir.
Satu porsi sego abang hanya dijual seharga Rp 2.000 dan sayur lombok hijau Rp 3.000. Sementara, satu piring daging sapi dihargai Rp 40.000, satu piring iso babat Rp 20.000, satu piring ikan wader Rp 15.000, dan Rp 2.500 untuk sepiring urap trancam.
Setelah menikmati sajian sego abang dan sayur lombok ijo di Gunung Kidul, beberapa pengunjung mengaku sering kali ketagihan. Untuk menikmati suasana yang lebih tenang dan sepi, sebaiknya tidak berkunjung ketika jam makan siang, akhir pekan, apalagi hari Lebaran. Warung akan penuh sesak. Kerinduan akan tradisi memang selalu menggairahkan untuk dinikmati, seperti sego abang dari Gunung Kidul….
Patut dicoba….